Untuk mengisi libur agak panjang pada tanggal 26-28 Oktober 2012, saya pun berencana mengisi nya dengan melakukan trip ke tempat yang baru. Berhubung trip-trip sebelum nya main air melulu alias pantai, jadi saya memilih trip kali ini untuk ke dataran tinggi / gunung.
Mengutip dari Wikipedia, Dataran Tinggi Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah.
Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas (“embun racun”) karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng (“Dieng Wetan”), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah. Estimasi perjalananan nya sendiri dari Jakarta – Dieng memakan waktu sekitar 13 – 16 jam (tergantung kondisi perjalanan)
Selama perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan ini, saya memilih untuk mengobrol, mendengarkan musik dan tidur karena memang tidak banyak yang bisa di lakukan, karena selain gelap, tempat duduk nya terbatas juga. Peserta di dalam bus saat itu mayoritas sudah saling kenal karena mereka adalah 1 rombongan besar (sekitar 15 orang).
Dan akhirnya tanggal 27 Oktober 2012 sekitar pukul 05.30 saya terbangun dari tidur karena jalanan yang menanjak dan bergelombang sehingga mengakibatkan bus dalam posisi tidak stabil. Ketika membuka mata dan melihat ke sisi jendela yang berembun, terhamparlah pemandangan bukit yang hijau dan begitu indah.
Terlihat desa kecil di tengah-tengah bukit tersebut. Saat itu kabut masih hinggap di langit sehingga menghalangi cahaya matahari masuk, hal itu membuat cahaya seolah hanya hinggap di atas desa kecil itu, sungguh indah ciptaan Tuhan!
Gardu Pandang Tieng – Dieng
Setelah menanjak bukit yang cukup terjal, bus pun berhenti di satu titik bernama “Gardu Pandang Tieng”. Tempat ini dapat di katakan seperti “Puncak Pass”, pemandangan yang di tawarkan adalah pemandangan bukit-bukit hijau dengan hamparan sawah sekitar nya. Tidak banyak yang bisa explore memang di tempat ini, ya tapi lumayan deh buat saya pribadi untuk meluruskan kembali kaki-kaki dan menghirup udara segar setelah 12 jam di dalam bus
Selepas dari Gardu Pandang Tieng, bus akhirnya menuju homestay dan sesampainya disana, peserta di suguhkan hidangan makan pagi. Sungguh nikmat makanan saat itu, walau menu nya sederhana, tapi karena memang sedang lapar, semua jadi terasa enak
Setelah makan, saya dan teman-teman pun memilih 1 dari 4 homestay yang di tawarkan berhubung peserta banyak sehingga tidak muat hanya di 1 homestay dan terpilihlah homestay “Dwara Wati” sebagai tempat menginap kami. Kami pun beres-beres, mandi lalu istirahat tidur-tiduran setelah nya sambil menunggu pukul 09.00 tiba.
Air mandi disini rasa nya seperti mandi air es, tapi tenang saja karena ada water heater nya tiap homestay karena untuk saya pribadi tidak terlalu kuat juga jika harus mandi air es dari awal sampai akhir
Kawah Sileri – Dieng
Tujuan wisata pertama rombogan di Dieng adalah Kawah Sileri. Perjalanan dari homestay memakan waktu sekitar 40menit karena jalanan yang sempit dan terjal. Pemandangan yang di tawarkan di Kawah Sileri ini adalah kepulan asap hangat yang muncul dari permukaan.
Kawah ini hanya dapat dilihat dari jarak beberapa ratus meter karena berbahaya. Namun walau begitu, pemandangan sekitar dan bunga-bunga yang indah tetap dapat memanjakan mata. Sekitar 30 menit, para rombongan pun di ajak kembali menuju bus untuk menuju tujuan wisata berikut nya.
Telaga Merdada – Dieng
Tujuan wisata berikutnya adalah Telaga Merdada. Lokasi nya tidak jauh dari Kawah Sileri. Pemandangan yang di tawarkan adalah sebuah telaga besar dengan hamparan bukit dieng di sekitar nya. Di sini tempat nya lebih asri di bandingkan kawah sileri, sehingga asik untuk foto-foto atau mau tiduran juga boleh karena rumput nya tebal dan nyaman
Saat itu cuaca agak mendung sehingga angin sepoi-sepoi sesekali menghampiri wajah, membuat suasana hati tambah tenang :)
Telaga Warna – Dieng
Tujuan wisata berikutnya adalah Telaga Warna. Lagi-lagi lokasi nya tidak jauh, hanya sekitar 30 menitan. Kalau mengamati peta wisata yang ada di homestay, memang tempat wisata di Dieng ini lokasi nya berdekatan satu sama lain. Cuaca saat itu makin gelap, pertanda tidak lama lagi akan turun hujan. Saya dan teman-teman pun bergegas mengexplore tempat ini.
Tapi sayang karena saat itu sedang peralihan dari musim kemarau ke hujan dan sudah lama sekali tidak turun hujan mengakibatkan telaga warna ini terlihat kering dan tidak terlalu indah untuk di lihat. Tapi melihat kondisi sekitar yang ramai sekali di bandingkan tempat wisata sebelumnya, dapat di simpulkan tempat ini sangat populer di Dieng.
Disini terdapat permainan Flying Fox dengan biaya 10 ribu, terlihat beberapa orang mengantri permainan ini. Karena penasaran dengan view-view telaga warna yang telah saya lihat di internet, saya pun mencoba mencari-cari jalan untuk menemukan spot yang tinggi, namun hasil nya nihil. Dan tidak lama setelah itu, terasa rintikan kecil air hujan yang jatuh ke kepala, pertanda akan hujan lebat, kami pun bergegas berteduh.
Perasaan saya tidak terlalu puas karena merasa belum mengexplore tempat ini sepenuhnya , tapi apa daya berhubung hujan turun, maka dari Kevi Trip memutuskan membawa pulang rombongan ke homestay untuk makan siang.
Museum Kaliasa – Dieng
Setelah makan siang di homestay dan cuaca sudah tidak hujan lagi, rombongan kemudian melanjutkan tujuan wisata berikut nya menuju Museum Kaliasa. Area ini begitu ramai oleh wisatawan lokal yang mayoritas sedang istirahat di warung kopi. Memang asik suasana nya karena begitu asri dan tertata rapi di sekitar area ini.
Di dalam Museum Kaliasa ini tersimpan artefak-artefak dan memberikan informasi tentang alam (geologi, flora-fauna), serta warisan arkeologi dari Dieng. Selain itu rombongan kami juga di sajikan film singkat tentang arkeologi Dieng.
Selesai dari menonton film singkat itu, saya pun langsung mencari-cari spot untuk foto di tempat ini, soalnya tempat nya indah sekali sih Di dalam area museum kaliasa ini, terdapat komplek candi gatotkaca, untuk saya pribadi yang tidak mengerti tentang benda bersejarah, melihat candi nya biasa-biasa saja, ya tapi boleh lah buat foto-foto
Setelah beranjak pergi dari area Museum Kaliasa, rombongan di bawa menuju pusat oleh-oleh khas Dieng. Saya sendiri membeli manisan pepaya (carica) 5 ribu per bungkus dan Purwaceng ( 30 ribu per 6 bungkus ) yang kata dari brosurnya adalah Viagra Van Java
Untuk aktivitas di malam hari nya hanya ada BBQ Jagung Bakar dan dilanjutkan dengan acara bebas. Saya dan teman-teman kemudian memilih jalan-jalan di sekitar homestay untuk mengisi waktu luang hingga kantuk menyerang karena tv yang ada di homestay tidak memungkinkan untuk nonton pertandingan liga inggris
Sekedar info suasana di Dieng pada malam hari sangat dingin, lebih dingin dari puncak dan bandung tentu nya Bagi yang tidak kuat dingin seperti saya tentu harus memakai celana panjang, sarung tangan dan kaos kaki untuk meredam dingin yang menusuk di badan.
Malam itu saya dan teman-teman tidur sekitar pukul 22.30 dan harus kembali bangun pukul 03.00 untuk tracking dan mengejar sunrise di Bukit Sikunir.
deket rumah saya tuh,
saya juga sudah beberapa kali main main ke dieng…
hehehe…
salam celoteh backpacker :D
Wah saya baru sekali, tapi masih pengen kesana lagi kapan-kapan, belum puas kalau sekali rasa nya.
Salam :D